Sebagaimana khamar, riba tidak Allah haramkan sekaligus, melainkan melalui tahapan yang hampir sama dengan tahapan pengharaman khamar.
Pengetahuan tentang hal ini bukan untuk merubah hukum riba; sebab riba sudah jelas haram berdasarkan al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’. Namun untuk mengetahui sejarah turunnya ayat-ayat yang berbicara tentang riba, juga untuk mengenal besarnya hikmah dan kasih sayang Allah yang mempertimbangkan kondisi psikologis para hamba-Nya dan tingkat kesiapan mereka dalam menerima hukum. Tidak kalah pentingnya juga, untuk mempelajari berbagai sisi argumen al-Qur’an dalam mengharamkan riba.
1. Tahap pertama dengan mematahkan paradigma manusia bahwa riba akan melipatgandakan harta.
Pada tahap pertama ini, Allah ta’ala hanya memberitahukan pada mereka, bahwa cara yang mereka gunakan untuk mengembangkan uang melalui riba sesungguhnya sama sekali tidak akan berlipat di mata Allah ta’ala. Bahkan dengan cara seperti itu, secara makro berakibat pada tidak seimbangnya sistem perekonomian yang berujung pada penurunan nilai mata uang melalui inflasi. Dan hal ini justru akan merugikan mereka sendiri.
Pematahan paradigma ini Allah gambarkan dalam QS. Ar-Rum (30): 39;
“Sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”.
2. Tahap kedua: Pemberitahuan bahwa riba diharamkan atas umat terdahulu.
Setelah mematahkan paradigma tentang melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah ta’ala lalu menginformasikan bahwa karena buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat terdahulu juga telah dilarang untuk melakukannya. Bahkan karena mereka tetap bersikeras memakan riba, maka Allah kategorikan mereka sebagai orang-orang kafir dan Allah ancam mereka dengan azab yang pedih. Ayat ini juga mengisyaratkan kemungkinan akan diharamkannya riba atas umat Islam, sebagaimana telah diharamkan atas umat sebelumnya.
Allah ta’ala berfirman,
“Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah. Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih”.QS. An-Nisa’ (4): 160-161.
3. Tahap ketiga: Gambaran bahwa riba akan membuahkan kezaliman yang berlipat ganda.
Pada tahapan yang ketiga, Allah ta’ala menerangkan bahwa riba mengakibat kezaliman yang berlipat ganda. Di antara bentuknya: si pemberi pinjaman akan membebani peminjam dengan bunga sebagai kompensasi dari pertangguhan waktu pembayaran hutang tersebut. Yang itu akan semakin bertambah dengan berjalannya waktu, apalagi manakala tenggat waktu yang telah disepakati tidak bisa dipenuhi oleh peminjam. Sehingga si peminjam akan sangat sengsara karena terbebani dengan hutang yang semakin berlipat ganda. Salah satu yang perlu digarisbawahi, sebagaimana dijelaskan antara lain oleh asy-Syaukany dalam Tafsirnya, bahwa ayat ini sama sekali tidak menggambarkan bahwa riba yang dilarang adalah yang berlipat ganda, sedangkan yang tidak berlipat ganda tidak dilarang. Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang keliru dan tidak dimaksudkan dalam ayat ini.
Allah ta’ala mengingatkan,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.”QS. Ali Imran (3):130.
4. Tahap keempat: Pengharaman segala macam dan bentuk riba.
Ini merupakan tahapan terakhir dari seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam tahap ini, seluruh rangkaian aktivitas dan muamalah yang berkaitan dengan riba, baik langsung maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda, besar maupun kecil, semuanya adalah terlarang dan termasuk dosa besar.
Allah ta’ala menegaskan,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) bila kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan).” QS. Al-Baqarah (2): 278-279.
Sumber : Artikel pengusaha muslim www.pengusahamuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar