Sistem moneter hari ini semuanya berlandaskan kepada uang kertas dan uang elektronik (digital) yang tidak ada jaminan emas dan perak atau apapun yang mempunyai nilai intrinsik. Sedangkan saat ini mayoritas sarjana Muslim telah mengidentifikasikan bunga sebagai biaya dalam praktek perbankan dan keuangan sebagai riba, mereka tidak memberikan pernyataan yang jelas tentang sifat alami dari uang kertas atau uang fiat itu sendiri. Dalam tulisan ini kita akan memberikan argumentasi tentang uang fiat, tentu, dapat dikatakan riba yang bahkan lebih buruk dari beban bunga.
Saya dan beberapa peneliti memberikan argumentasi sebagai berikut: Ketika seseorang meminjam uang Rp1.000.000 dari bank dengan dikenakan bunga 10 persen per tahun, peminjam harus mengembalikan sebesar Rp 1.100.000 pada akhir tahun. Tambahan Rp 100.000 bunga pembayaran ini dibenci sebagai riba, dengan pengembalian yang sudah ditentukan, didasarkan oleh waktu dan tidak melibatkan resiko logis apapun. Tapi dalam sistem moneter modern, Rp 1.000.000 yang dipinjamkan oleh bank kepada pelanggan, memang di ciptakan dari sesuatu yang tidak ada.
Uang Rp 100.000 Itu adalah uang baru untuk ekonomi, dibuat ke dalam sistem hanya dengan cara catatan-catatan akutansi (digital) ini dicapai melalui apa yang disebut dengan Fractional Reserve Banking (FRB). Jika pembayaran bunga Rp 100.000 ini dikatakan sebagai riba, kemudian penciptaan uang baru ini memberikan daya beli sepuluh kali dari biaya bunga yang dikenakan dapat dikatakan sebagai riba yang jauh lebih besar, karena itu diperoleh tanpa usaha sedikitpun. Dalam ekonomi rill, daya beli cuma-cuma ini diperoleh pada seluruh pengeluaran yang ditanggung dalam bentuk inflasi (penambahan jumlah uang yang beredar).
Fractional Reserve Banking adalah suatu sistem yang menetapkan pihak bank untuk menyimpan sebagian uang yang disimpan oleh pendeposit dan menggunakan sisanya untuk memberikan pinjaman kepada pelanggan bank yang lain. Mereka beralasan cara ini akan memajukan perkembangan ekonomi. SedangkanFractional Reserves Requirement adalah jumlah deposit yang wajib disimpan. Ada negara yang menetapkan 4% dari jumlah simpanan seorang pendeposit, ada yang mentapkan 10%, 20% atau 50% yang wajib disimpan.
Dijelaskan sebagai berikut: Joko menyimpan uang sebesar Rp 1.000.000 di Bank BCI. Bank BCI wajib menyimpan (reserve) 20% dari uang Rp.1.000.000 yaitu sebesar Rp 200.000. Sedangkan sisanya yang Rp 800.000 dipinjamkan ke Parodi. Parodi menggunakan uang ini untuk membayar perabot yang dibeli dari Toko Furniture. Toko Furniture kemudian menyimpan Rp 800.000 ke Bank BRA. Bank BRA harus menyimpan Rp 160.000, dan boleh meminjamkan selebihnya yaitu sebesar Rp 640.000 kepada orang lain. Demikianlah uang (riba) itu berputar dari bank ke bank. Perhatikan tabel di bawah ini untuk menggambarkan hal tersebut:
Bayangkan dengan simpanan sebesar Rp 1.000, menyebabkan uang tersebut berkembang biak dalam sistem perbankan hingga menciptakan uang sebesar Rp 4570 di pasaran. Padahal uang tunai yang ada cuma Rp 1.000. Silahkan dihitung sendiri berapa perputaran riba dengan simpanan awal bank sebesar Rp 1.000.000.000?
Begitulah uang fiat diciptakan. Bank Sentral menciptakan uang kertas atau fiat dan meminjamkan kepada bank-bank komersial dengan bunga. Uang kertas ini akan berkembang biak dengan cepat karena bersandarkan kepada Fractional Reserve Banking
Disamping penjelasan di atas ada istilah yang disebut Seigniorage dalam uang kertas (Istilah ini harus dipahami secara benar. Istilah ini mengacu kepada keuntungan yang didapat oleh issuer(Bank Sentral) dari legal tender, umumnya adalah hasil dari perbedaan biaya material (kertas) untuk memproduksicurrency (mata uang) dan nilai (angka) yang dibubuhkan di atas secarik kertas itu.Seigniorage adalah nilai yang diberikan kepada uang fiat (prakteknya adalah ongkos produksi tidak berarti dan yang mempunyai nilai intrinsik yang sangat kecil (tidak berarti).
Sebagai contoh: ongkos produksi dan material untuk selembar uang kertas kurang lebih Rp 300 dan dengan dibubuhkan atau ditambahkan angka di atas kertas tersebut jadilah secarik kertas tersebut bernilai Rp 100.000, ada penambahan nilai sebesar Rp 99.700). tentunya hal ini membuat sesuatu ketidakadilan dan pemindahan kekayaan dari setiap subyek ekonomi dalam perdagangan, individu, masyarakat, perusahaan ataupun bangsa dalam muamalah secara luas, ini sebuah perampokan para bankir! Uang kertas mengandung dua jenis riba sekaligus, riba al fadl dan riba an nasi’ah.
Apa yang dapat kita ambil pelajaran hari ini? Pertama bahwa sistem riba, bank uang kertas atau uang fiat ini telah menjadi amalan kaum muslim, komunis, liberal, modernis dan semua orang, apakah anda dapat melihat apa yang saya lihat? Sebetulnya kebebasan, persamaan dan persaudaraan atau kiri dan kanan, liberalisme, sosialis, komunisme atau terorisme yang terus disebarkan media mereka tidak lebih dari dialektika palsu bankir global penyembah setan! Kedua, bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan lintah darat perbankan, bukan lagi di tangan pemerintahan atau tidak berada di tangan rakyat atau suara rakyat sekalipun atau pura-pura mau menjadi pelayan rakyat. Siapapun presiden suatu negara atau pemerintahan ini tidak lagi penting, selama para bankir memegang suplai uang yang kami jelaskan tersebut di atas, merekalah (pemilik modal ribawi) penguasa sesungguhnya.
Kita sebagai muslim dan bangsa ini telah masuk perangkap ke dalam jerat hutang riba dari sistem perbankan dan uang kertas atau uang fiat, kita saat ini hidup tanpa uang seperti yang dimaksud dalam pengertian Islam, uang itu adalah emas dan perak atau dinar dan dirham serta lima komoditas lain, bukan secarik kertas yang diciptakan dari angin seperti yang telah di jelaskan di atas.
Penjelasan singkat mekanisme penciptaan uang kertas ini adalah inti dari Bank dan Bank Syariah, keduanya tidaklah berbeda, bank dan bank syariah menyalurkan riba dalam proses mekanisme inti yaitu: Fractional Reserve Banking, Uang kertas atau uang fiat dengan membubuhkan angka di atas secarik kertas dan meciptakan hutang (kredit) bunga berbunga (multiple credit creation).
Tahap berikutnya dari perbankan dunia (IMF, WB atau The Fed) dan seluruh Bank Sentral mereka akan memperkenalkan dan merubah sifat uang tersebut kepada uang impusle elektronik (byte) yang mereka sebut dengan cash-less society, dengan menggunakan kartu berbasis chip (chip standar baru ini disebut EMV, yang telah diumumkan oleh BI, dan siap berlaku tahu 2015). Di Indonesia hal ini sudah mulai dijalankan dan akan terus didorong. Bank Indonesia Luncurkan Gerakan Nasional Nontunai yang sudah mulai disosialisasikan lebih jauh